Tulisan Baru

Wednesday, April 8, 2015

Toleransi Ala Nabi Muhammad SAW




http://majalahgontor.net/wp-content/uploads/2014/09/toleransi.jpg
Rasulullah adalah tokoh teladan terbaik dalam mengajarkan sikap toleransi kepada umatnya.  Toleransi merupakan sikap untuk mengayomi orang-orang yang berbeda keyakinan dan kedudukan yang tidak menebar permusuhan. Rasulullah tidak hanya sebagai Nabi, beliau juga kepala keluarga, panglima perang, dan kepala negara. Kedudukan dan kekuasaan yang diperolehnya tidak menjadikannya sebagai orang yang bertindak kasar dan keras.
Sebagai Nabi, sikap toleransi yang beliau tunjukkan ialah memaafkan dan bahkan mendoakan kaum yang telah berbuat jahat kepada beliau ketika berdakwah. Setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, Nabi SAW berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, yaitu Abdi Yalel, Khubaib, dan Mas'ud.  Nabi mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak diganggu oleh suku Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Nabi diusir dan dilempari batu oleh kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh beliau.
Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk menghancurkan kaum Tsaqif karena telah menyiksa Nabi. Namun, apa jawaban Nabi? “Jangan! Jangan! Aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.” Beliau pun berdoa untuk kaum Tsaqif. "Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka belum mengetahui (kebenaran).” (HR Baihaqi).

Pada lain kesempatan, sebagai pemimpin negara, Rasulullah SAW juga menunjukkan sikap tolerannya. Ketika terjadi keributan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy serta Yahudi, Rasul menawarkan solusi dengan membuat Piagam Madinah untuk mencari kedamaian dan ketenteraman kehidupan di masyarakat. Seperti yang terdapat pada pasal 16 yang tertulis, “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (kaum mukminin) tidak terzalimi dan ditentang.”
Selain Piagam Madinah, pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah), Rasulullah SAW juga menunjukkan toleransi yang sangat indah. Penduduk Makkah yang selama ini memusuhi Rasulullah, ketakutan ketika umat Islam berhasil menaklukkan Kota Makkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering ditindas oleh kaum kafir Quraisy Makkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-halangi dakwah Rasul, bahkan hingga bermaksud membunuhnya.
Namun, setelah penaklukkan Kota Makkah itu, Rasul memaafkan sikap mereka. Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Rasul menjadi sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk Quraisy menanti keputusan beliau, Rasul bersabda, “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya, 'Tiada celaan atas kalian pada hari ini'. Pergilah! Kalian semua bebas.” (HR Baihaqi)
Bukti nyata lainnya yang tercatat dalam sejarah Islam adalah keterangan yang diriwayatkan oleh Bukhari bin Jabir bin Abdullah. Ketika iring-irinagn jenazah melewati Nabi saw., beliau bangkit berdiri . Ada yang memberi tahu Nabi bahwa jenazah itu orang Yahudi. Lalu, Nabi menjawab, ”Bukankah dia juga manusia.”
Sikap toleransi juga diungkapkan dengan indah dalam al-Qur’an, surah al-Baqarah ayat 285 ”Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah , malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya. ’Dan mereka berkata, ’Kami dengar dan kami taat.Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
Nash al-Qur’an tersebut jelas-jelas membuktikan bahwa agama Islam menyerukan kepada umatnya agar beriman kepada semua nabi tanpa harus membeda-bedakan nabi yang satu dengan nabi yang lain sebab semua nabi mengemban dakwah, risalah, dan tujuan yang sama. Logikanya para nabi pembawa risalah sebelum Islam harus di imani, maka ajaran dan penganutnya harus pula di hormati.
Selain fakta serta bukti toleransi Islam yang digambarkan dalam kitab suci maupun tarikh Islam. Tingkat toleransi kaum muslim zaman rasulullah juga diakui oleh parat orientalis yang jujur. Sebut saja Gustav Lebone seorang orientalis yang mengakui bahwa tingkat toleransi Muhammad mencapai target yang mulia. Hal senada juga disampaiakn Thomas Arnold seorang orientalis asal Inggris dalam bukunya ad-Da’watul ila al-Islam bahwa ”Kami tidak pernah mendengar satu ayat Al-Qur’an yang berusaha memaksa suatu kelompok nonmuslim agar menerima ajaran Islam; tidak ada satu ayat pun yang memerintahkan untuk membumihanguskan agama Kristen.” (hal 113). Demikianlah toleransi Islam diakui sehingga toleransi itu menjadi bagian ajaran Islam.
Pada akhirnya ulasan ini adalah sebuah upaya langkah awal dalam mengkaji masalah toleransi dalam agama Islam. Buku ini tersusun atas 13 bab yang masing-masing memiliki keterkaitan antara bab yang satu dengan bab lainnya. Dan memang buku ini sangat layak dibaca oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya agar sebuah kesadaran baru muncul, kesadaran untuk bertoleransi, berlaku adil, sikap kasih sayang, rasa persaudaran sehingga tercipta kerukunan yang abadi di negeri tercinta ini. Insya Allah. (id/diolah dari berbagai sumber)