“ ... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah (Makkah). Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tiada memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali-‘Imran: 96).
Jagad Ijo--
Islam merupakan agama rahmatal lil’alamin yang membawa pesan perdamainan, hal ini sesuai dengan makna Islam itu sendiri yakni “damai”. Perdamaian dalam Islam memiliki arti perdamaian dengan Allah maupun manusia. Perdamaian dengan Allah memiliki arti berserah diri kepada Allah, sedangkan dengan manusia yakni menjauhkan diri dari perbuatan keburukan dan kemungkaran kepada sesama akan tetapi selalu berbuat baik dengan sesama.
Islam merupakan agama rahmatal lil’alamin yang membawa pesan perdamainan, hal ini sesuai dengan makna Islam itu sendiri yakni “damai”. Perdamaian dalam Islam memiliki arti perdamaian dengan Allah maupun manusia. Perdamaian dengan Allah memiliki arti berserah diri kepada Allah, sedangkan dengan manusia yakni menjauhkan diri dari perbuatan keburukan dan kemungkaran kepada sesama akan tetapi selalu berbuat baik dengan sesama.
Sedangkan Islam sendiri dibangun dengan pondasi berupa rukun
Islam, rukun tersebut sebagai pondasi tegaknya din al-Islam yang berjumlah
lima. Kelima rukun tersebut adalah syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Di
dalamnya mengandung bimbingan kepada manusia, bagaimana seharusnya ia
berhubungan dengan sang pencipta dan berinteraksi dengan sesama makhluk.
Salah satu rukun Islam tersebut yakni ibadah haji (rukun
Islam kelima). Ibadah haji merupakan ibadah yang terbaik, karena bukan hanya
melibatkan aspek badaniah (jasmaniyah), tapi juga maliah (harta). Bahkan juga
aspek ruhaniyah. Ibadah ini merupakan ibadah yang istimewa, kenapa demikian?,
karena ibadah haji merupakan jamuan dari Allah yang itu berarti bahwa orang
yang melaksanakan ibadah haji merupakan tamu Allah, yaitu dengan mendatangi
rumah Allah (baitullah). Berbeda seperti biasanya kalau kita bertamu, kita akan
menerima apa saja yang disuguhkan tuan rumah, di rumah Allah orang yang berhaji
dipersilahkan meminta apa yang diinginkan kepada sang tuan rumah (Allah), dan
pasti akan dikabulkan oleh Allah.
Selain itu, ibadah haji merupakan ibadah yang sangat banyak
mengandung unsur napak tilas terhadap perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw. Karena dilaksanakan di
Baitullah, tempat yang disucikan, tempat lahirnya ajaran- ajaran tauhid.
Menggali Makna Haji
Bagi umat Islam ibadah haji merupakan keinginan yang luar
biasa karena didalamnya hanya diperuntukan bagi orang yang mampu atau sanggup
(QS. Ali-‘Imran: 96). Bagi seorang yang berkeinginan melaksanakan ibadah haji
ia harus mengeluarkan biyaya yang tidak sedikit, bahkan mencapai puluhan juta.
Bahkan rela antri bertahun-tahun untuk mendapatkan jatah tiket berangkat ke
Arab Saudi.
Sudah menjadi tradisi atau apa, ibadah haji seakan menjadi
sesuatu yang “wauw”, karena berbagai macam acara di gelar seperti upacara
pemberangkatan yang diiringi puluhan hingga ratusan orang. Jika telah pulang
para jamaah haji seakan menyandang gelar Haji, dengan membawa oleh-oleh yang
banyak dan syukuran haji yang menghabiskan dana tidak sedikit.
Namun alangkah ironis jika di sekelilingnya masih ada orang
yang membutuhkan uluran tangan, ada orang yang tidak mampu untuk melanjutkan
sekolah, anak jalanan, mushala yang rusak ataupun jalan kampung yang
membutuhkan perbaikan.
Makna-makna ibadah haji akan terlihat jelas bila ditempatkan
dalam perspektif gerakan kemanusiaan yang mengibarkan lambang abadi pesan
egaliter sebagai salah satu manifestasi dalam doktrin monoteisme warisan Nabi
Ibrahim, sang bapak spiritual dari seluruh agama tauhid.
Dilihat dari aspek spiritualnya, ibadah haji merupakan pucak
taqarrub illahiyyah (upaya pendekatan diri kepada Allah). Sedangkan dilihat
dari aspek sosial edukatifnya, ibadah haji merupakan upaya pendekatan
kemanusiaan. Dengan demikian dalam pelaksanaan ibadah haji, berpadu dua nilai,
yaitu nilai moral spiritual dan nilai sosial.
Pelaksanaannya juga diorientasikan untuk menghayati
perjuangan Nabi Ibrahim dalam melestarikan monumen ajaran tauhid (monoteisme),
yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad Saw. Maka seseorang yang telah
melaksanakan ibadah haji harus mampu menghayati nilai-nilai suci didalamnya,
nilai tersebut yakni; pertama nilai persamaan. Hal ini dapat diketahui dalam
ritual ihram. Semua umat di wajibkan memakai lembaran kain berwarna putih yang
bermakna persamaan tanpa membedakan ras, suku, bangsa, warna kulit mapun
mahzab.
Kedua, persatuan. Terdapat dalam ritual thawaf, mengelilingi
bersama-sama di bangunan ka’bah. Ka’bah yang merupakan satu-satunya arah kiblat
bagi orang mu’min dalam melaksanakan ibadah shalat. Ini menunjukkan bahwa Allah
adalah satu, yang menjadi tujuan dan pegangan hidup seluruh umat Muslim.
Ketiga, persaudaraan. Seseorang berkumpul disatu tempat dan
dalam waktu yang sama, maka akan terbuka suatu kesempatan bagi mereka untuk
bisa saling mengenal sehingga akan terjalin sebuah hubungan persaudaraan di
antara mereka, dalam haji terdapat dalam wukuf di arafah, hajar aswad yang
dilihat dari sejarah peletakan hajar aswad pada masa Nabi Muhammad Saw.
Keempat, kasih sayang, adapun nilai kasih sayang dalam
ibadah haji dapat dilihat dari; Larangan dalam ihram, larangan bagi orang yang
dalam keadaan ihram, yaitu larangan membunuh, berburu, menyembelih, ataupun
larangan memotong atau merusak tanaman yang hidup di tanah haram. Berkurban
yaitu dengan membagikan daging hewan kurban. Sa’i, yaitu ketika Hajar (ibu
Ismail) merasa cemas akan nasib anaknya yang kehausan karena kehabisan
persediaan air, maka Hajar-pun berlarian mendaki bukit Shafa dan Marwah utuk
mencari air minum.
Ini merupakan sebuah isyarat rasa humanis (hubungan dengan
sesama) dalam ritual ibadah haji. Seseorang yang sudah melaksanakan haji
diharapkan mampu menerapkan keempat pesan suci ibadah haji yakni; persamaan,
persatuan, persaudaraan, dan kasih sayang sebab di sekitar lingkugan masih
banyak yang membutuhkan.
Ketika mampu menerapkan nilai-nilai tersebut, semoga para
jamaah haji mendapatkan haji yang mabrur. Bukan haji mabur (Jawa: Terbang),
yang hanya naik pesawat dari Indonesia menuju Arab Saudi.
* Aktif di PAC GP Ansor Genuk dan Pengasuh Rumah Pendidikan
Sciena Madani.
Weblog: www.mahasciena.com