Solo, Jagad Ijo--
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam. Sudah barang tentu, sebagai pedoman maka umat Islam perlu memahaminya. Oleh sebagian pihak kemudian juga dibuat terjemahan, dengan maksud untuk membantu dalam memahaminya. Namun sayangnya, terjemahan Al-Qur’an dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia ini, kemudian justru menghilangkan beberapa sisi keindahan dalam Al-Qur’an yang diturunkan Allah dalam bahasa Arab.
Demikan, disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus pada pengajian yang diselenggarakan Pesantren Tahfidz wa Ta’limil Qur’an Masjid Agung Surakarta dan Jamuro, di Serambi Masjid Agung, Ahad (29/11) malam.
“Sekarang ini banyak yang paham Al-Qur’an, tapi hanya lewat terjemahan. Padahal balungan kata arab dan Indonesia ini lain, kalau dileterlek orang Indonesia ya tidak paham. Tapi praktis orang yang ingin mengerti makna al-Qur’an, pasti membuka terjemahan ini,” kata kiai yang akrab disapa Gus Mus ini.
Secara pribadi, Gus Mus juga kurang sepakat dengan adanya terjemahan Al-Qur’an ini. “Kalau saya tidak cocok dengan penerjemahan al-Quran, tapi sampeyan monggo, wong ini negara demokratis,” ujar dia.
Hal ini, menurut Gus Mus akan menghilangkan banyak hal: kasusastraan, balaghah, bayan, badi’. “Keindahan al-Qur’an itu dalam bahasa Arab: qoma zaidun, zaidun qoimun, inna zaidun qoimun, kana zaidun qoiman itu beda semua, kalau diterjemahkan bahasa indonesia maknanya satu, zaid berdiri,” papar Gus Mus.
Ditambahkan Gus Mus, yang pernah mengemban amanah sebagai Rais ‘Aam PBNU ini, ungkapan-ungkapan indah yang ada di Al-Qur’an juga akan banyak yang hilang ketika diterjemahkan. (Ajie Najmuddin/Fathoni)
_______
NU Online
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat Islam. Sudah barang tentu, sebagai pedoman maka umat Islam perlu memahaminya. Oleh sebagian pihak kemudian juga dibuat terjemahan, dengan maksud untuk membantu dalam memahaminya. Namun sayangnya, terjemahan Al-Qur’an dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia ini, kemudian justru menghilangkan beberapa sisi keindahan dalam Al-Qur’an yang diturunkan Allah dalam bahasa Arab.
Demikan, disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus pada pengajian yang diselenggarakan Pesantren Tahfidz wa Ta’limil Qur’an Masjid Agung Surakarta dan Jamuro, di Serambi Masjid Agung, Ahad (29/11) malam.
“Sekarang ini banyak yang paham Al-Qur’an, tapi hanya lewat terjemahan. Padahal balungan kata arab dan Indonesia ini lain, kalau dileterlek orang Indonesia ya tidak paham. Tapi praktis orang yang ingin mengerti makna al-Qur’an, pasti membuka terjemahan ini,” kata kiai yang akrab disapa Gus Mus ini.
Secara pribadi, Gus Mus juga kurang sepakat dengan adanya terjemahan Al-Qur’an ini. “Kalau saya tidak cocok dengan penerjemahan al-Quran, tapi sampeyan monggo, wong ini negara demokratis,” ujar dia.
Hal ini, menurut Gus Mus akan menghilangkan banyak hal: kasusastraan, balaghah, bayan, badi’. “Keindahan al-Qur’an itu dalam bahasa Arab: qoma zaidun, zaidun qoimun, inna zaidun qoimun, kana zaidun qoiman itu beda semua, kalau diterjemahkan bahasa indonesia maknanya satu, zaid berdiri,” papar Gus Mus.
Ditambahkan Gus Mus, yang pernah mengemban amanah sebagai Rais ‘Aam PBNU ini, ungkapan-ungkapan indah yang ada di Al-Qur’an juga akan banyak yang hilang ketika diterjemahkan. (Ajie Najmuddin/Fathoni)
_______
NU Online